Sabtu, 29 Juni 2013


Continue Reading...

^_^

Kenangan Pada Masa-Masa SMA kuu ^_^


























Continue Reading...

Sabtu, 27 Oktober 2012


A.Perbedaan Tuhan dan Ketuhanan dalam konsep Agama Islam
Menurut konsep Islam Tuhan adalah Zat yang Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa. Ia adalah Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Tahu. Dia abadi yang menentukan takdir dan hakim semesta Alam.
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
Sedangkan Ketuhanan ialah perasaan dimana kita yakin terhadap Tuhan.
Jelaslah bahwa konsep ketuhanan yang benar hanyalah yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan konsep ketuhanan yang dibuat oleh manusia. Pluralitas ketuhanan dalam sejarah tidak hanya sekadar perbedaan nama dan cara bertuhan, tetapi juga substansi ketuhanan. Jika hanya sekadar bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia kata rabb dan ilah kita terjemahkan dengan Tuhan, atau dalam bahasa Inggris disebut God, tentu tidak jadi masalah, karena yang dimaksud dengan tuhan dan God itu adalah Allah SWT. Tetapi jika perbedaannya sampai kepada sifat dan af’al Tuhan, apalagi satu sama lain saling bertentangan, tentu perbedaan seperti itu tidak dapat dibenarkan.
al-An'am [6]:133
وَ رَبُّكَ الْغَنِيُّ ذُو الرَّحْمَةِ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَ يَسْتَخْلِفْ مِنْ بَعْدِكُمْ ما يَشاءُ كَما أَنْشَأَكُمْ مِنْ ذُرِّيَّةِ قَوْمٍ آخَرينَ
Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkanmu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikanmu dari keturunan orang-orang lain.
B. Potensi manusia dalam pandangan Islam
1.Potensi Akal
Manusia memiliki potensi akal yang dapat menyusun konsep-konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan gagasan. Dengan potensi ini, manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin di muka bumi. Namun, faktor subjektivitas manusia dapat mengarahkan manusia pada kesalahan dan kebenaran.
وَ اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَ النهََّارِ وَ مَا أَنزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن رِّزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتهَِا وَ تَصْرِيفِ الرِّيَاحِ ءَايَاتٌ
                                                                                          لِّقَوْمٍ يَعْقِلُون‏
Dan (pada) pertukaran malam dan siang silih berganti, dan juga (pada) rezeki yang diturunkan oleh Allah dari langit, lalu Ia hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta (pada) peredaran angin, (semuanya itu mengandungi) tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, serta keluasan rahmatNya) bagi kaum yang mahu menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun). (QS. Al-Jatsiyah: 5)
2.Potensi Ruh
Manusia memiliki ruh. Banyak pendapat para ahli tentang ruh. Ada yang mengatakan bahwa ruh pada manusia adalah nyawa. Sementara sebagian yang lain memahami ruh pada manusia sebagai dukungan dan peneguhan kekuatan batin. Soal ruh ini memang bukan urusan manusia karena manusia memiliki sedikit ilmu pengetahuan. Biarlah urusan ruh menjadi urusan Tuhan. Allah swt berfirman :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Katakanlah, “Ruh adalah urusan Tuhan-Ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”. (QS. Al-Isra: 85)
3.Potensi Qalbu
Qalbu disini tidak dimaknai sekadar ‘hati’ yang ada pada manusia. Qalbu lebih mengarah pada aktivitas rasa yang bolak-balik. Sesekali senang, sesekali susah. Kadang setuju kadang menolak.
Qalbu berhubungan dengan keimanan. Qalbu merupakan wadah dari rasa takut, cinta, kasih sayang, dan keimanan. Karena qalbu ibarat sebuah wadah, ia berpotensi menjadi kotor atau tetap bersih. Rasulullah bersabda :
 “Qalbu itu ada empat macam, pertama, qalbu yang bersih di dalamnya terdapat pelita yang bersinar cemerlang, itulah qalbu mu’min; kedua, qalbu yang hitam terbslik, itulah qalbu orang kafir; ketiga, yang terbungkus dan terikat pada bungkusnya, itulah qlabu orang yang munafik; dan keempat, qalbu yang tercampur, didalamnya terdapat iman dan nifaq.”
4.Potensi Fitrah
Manusia pada saat lahir memiliki potensi fitrah. Fitrah tidak dimaknai melulu sebagai sesuatu yang suci. Fitrah disini adalah bawaan sejak lahir. Fitrah manusia sejak lahir adalah membawa agama yang lurus. Namun, kondisi fitrah ini berpotensi tercampur dengan yang lain dalam proses perkembangannya.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدَّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُوْنَ
Hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS ar-Rum [30]: 30).
5.Potensi Nafs
Dalam bahasa Indonesia, nafs diserap menjadi nafsu yang berarti ‘dorongan kuat untuk berbuat kurang baik’. Semntara nafs yang ada pada manusia tidak hanya dorongan berbuat buruk,tetapi berpotensi berbuat baik. Dengan kata lain, nafs ini berpotensi positif dan negatif.
Hakikatnya, nafs pada diri manusia cenderung berpotensi positif. Namun, potensi negatif daya tariknya lebih kuat dari pada potensi negatif. Oleh karena itu, manusia diminta untuk menjaga kesucian nafsnya agar tidak kotor.
(٢٨مَّرْضِيَّةًرَاضِيَةًرَبِّكِ إِلَى ارْجِعِي (٢٧الْمُطْمَئِنَّةُالنَّفْسُ أَيَّتُهَايَا
(٣٠جَنَّتِي وَادْخُلِي (٢٩عِبَادِي فِي فَادْخُلِي
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)
C. Pengertian Agama Islam dan Ruang Lingkup Ajaran Islam
Pengertian Agama Islam
Etimologi
Berdasarkan ilmu bahasa (Etimologi) kata ”Islam” berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata itu terbentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti juga menyerahkan diri, tunduk, paruh, dan taat. Sedangkan muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, patuh, dan tunduk kepada Allah s.w.t
Terminilogo
Secara istilah (terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui seorang rasul. Ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam merupakan ajaran manusia mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Islam merupakan ajaran yang lengkap , menyeluruh dan sempurna yang mengatur tata cara kehidupan seorang muslim baik ketika beribadah maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya.

Islam juga merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’kub, Nabi Musa, Nabi Sulaiman, Nabi Isa as. Dan nabi-nabi lainnya.

Dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 132, Allah berfirman :
وَوَصَّىٰ بِہَآ إِبۡرَٲهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعۡقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ
Artinya :
”Nabi Ibrahim telah berwasiat kepada anak-anaknya, demikian pula Nabi Ya’kub, Ibrahim berkata : Sesungguhnya Allah telah memilih agama Islam sebagai agamamu, sebab itu janganlah kamu meninggal melainkan dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah, 2:132)
Nabi Isa juga membawa agama Islam, seperti dijelaskan dalam ayat yang berbunyi sebagai berikut :
فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنۡہُمُ ٱلۡكُفۡرَ قَالَ مَنۡ أَنصَارِىٓ إِلَى ٱللَّهِ‌ۖ قَالَ ٱلۡحَوَارِيُّونَ نَحۡنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ
Artinya :
”Maka ketika Nabi Isa mengetahui keingkaran dari mereka (Bani Israil) berkata dia : Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menegakkan agama Allah (Islam)? Para Hawariyin (sahabat beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim” (QS. Ali Imran, 3:52).

Dengan demikian Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul-Nya untuk diajarkankan kepada manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan rahim Allah swt.

Agama-agama selain Islam umumnya diberi nama yang dihubungkan dengan manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan tempat lahir agama bersangkutan seperti agama Budha (Budhism), agama Kristen (Christianity), atau agama Yahudi (Judaism). Nama agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan nama orang yang menyampaikan wahyu itu kepada manusia atau nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Pendidikan Agama Islam – Hal 2.

Oleh karena itu penamaan Muhamedanism untuk agama Islam dan Mohammedan untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan berabad- abad oleh orang Barat, terutama oleh para orientalis adalah salah. Kesalahan ini disebabkan karena para penulis Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain, misalnya dengan Chrisianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus atau Budhism yang diajarkan oleh Budha Gautama dan lain-lain.

Memahami ajaran Islam dengan sebaik-baiknya, merupakan komitmen umat Islam terhadap Islam. Komitmen tersebut intinya terdapat dalam QS. Al-Asr(103) yang berbunyi :
وَٱلۡعَصۡرِ (١
إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ (٢
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ (٣

Artinya :
Demi masa. (1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (2)
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (3)

Berdasarkan dari surat Al-Asr di atas ada 5 (lima) komitmen atau kerikatan seorang muslim dan muslimat terhadap Islam. Komitmen tersebut adalah :
1.             Meyakini, mengimani kebebaran agama Islam seyakin-yakinnya.
2.            Mempelajari, mengilmui ajaran Islam secara baik dan benar.
3.            Mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
4.            Mendakwahkan, menyebarkan ajaran Islam secara bijaksana disertai argumentasi yang meyakinkan dengan bahasa yang baik dan,
5.            Sabar dalam berIslam, dalam meyakini mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan agama Islam.

Ruang Lingkup Ajaran Islam

Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a.Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.

b.Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari 
·         Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
·         Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
·         Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok, mencuri dan minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum balas”
·          Khilafat (pemerintahan/politik islam)
·         Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
·         Akhlak/etika

c.Akhlak
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan fikiran”.

Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul, kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama muslim, kepada non muslim.

Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)

Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang melakukannya  dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik atau buruk.

Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan berpakaian berciri  khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
D. Sifat-Sifat Allah SWT. Beserta artinya

1. Wujud : Artinya Ada
Yaitu tetap dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu  ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )
2. Qidam : Artinya Sedia
Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT. menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama terbahagi kepada empat bagian :
·        Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )
·        Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )
·        Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada anak )
·        Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )
Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada Allah Ta’ala.
3. Baqa’ : Artinya Kekal
Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar ) Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi, Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :
·        Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.
·        Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan lain-lain lagi.
·        Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara yang diatas tadi ( Kedua ).
4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala yang baharu.
Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit ( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baharu.
5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .
Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah SWT. yang bermaksud :
” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua “. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi kepada empat bagian :
·        Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.
·        Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh ( segala sifat yang baharu ).
·         Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .
·        Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.
6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.
Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang bercerai ).
Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah , daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah Ta’ala.
Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.
Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan ( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi Kam yang lima itu Yaitu :
1. Kam Muttasil pada zat.
2. Kam Munfasil pada zat.
3. Kam Muttasil pada sifat.
4. Kam Munfasil pada sifat.
5. Kam Munfasil pada perbuatan.
Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan iman.
7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.
Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah. Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.
8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.
Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah kepada Allah SWT.
9. ‘Ilmu :  Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala .
Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.

10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat , Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.
11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala. Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara , tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :
” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.
( Surah An-Nisa’a – Ayat 148 )
12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala .
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat 163 )
13 .Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.
Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani ) bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73). Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat 96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :
1.      Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain kefardhuan.
2.      Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3.      Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.
4.      Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan dapat balasan syurga dan lain-lain.
5.      Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.
14. Kaunuhu Qadiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.
15.Kaunuhu Muridan : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.
16.Kaunuhu ‘Aliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.
17.Kaunuhu Hayyun : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.
18.Kaunuhu Sami’an : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.
19.Kaunuhu Bashiran : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada ).
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.
20.Kaunuhu Mutakalliman : Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.
Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.
E. Perbedaan Manusia dengan Makhluk Lain
Manusia pada hakekatnya sama saja dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memiliki hasrat dan tujuan. Ia berjuang untuk meraih tujuannya dengan didukung oleh pengetahuan dan kesadaran. Perbedaan diantara keduanya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran dan keunggulan yang dimiliki manusia dibanding dengan mahluk lain.
          Manusia sebagai salah satu mahluk yang hidup di muka bumi merupakan mahluk yang memiliki karakter manusia secara fisik tidak begitu berbeda dengan binatang, sehingga para pemikir menyamakan dengan binatang. Letak perbedaan yang paling utama antara manusia dengan makhluk lainnya adalah dalam kemampuannya melahirkan kebudayaan. Kebudayaan hanya manusia saja yang memlikinya, sedangkan binatang hanya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bersifat instinctif. Dibanding dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan-kelebihan itu membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, baik di darat, di laut, maupun di udara. Sedangkan binatang hanya mampu bergerak diruang yang terbatas.
·         Manusia memiliki hati nurani dan juga nafsu tapi makhluk lain hanya memiliki salah satunya saja
·         Derajat manusia sejati adalah lebih tinggi dari makhluk lain
·         Manusia tercipta dari tanah sebagai jasad dan nur sebagai hati. Sedangkan makhluk lain tidak ada yang tercipta dari tanah dan nur
·         Bentuk ibadah manusia telah diatur didalam Al Qur’an
·         Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya.



Continue Reading...
 

Afriyanti Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon